Phychoanalysis
Subject
Ketika anda bertanya who am I akan ada pertanyaan self,
individual, identity, subjectivity, subject. Self adalah kualitas dari I atau
subtansi yang ada dalam diri saya. I menurut Rene Descartes, cogito ergo sum, I
think, therefore I am. Saya ada ketika saya memiliki kapasitas berpikir, nalar
dan rasio. I yang otonom, rasional dan conscious. Inilah I yang dianggap oleh
Descartes. Jadi I adalah diri yang menjadi inisiator tindakan, self-contained,
self-constituted. Bukan akibat tapi sebab dalam dirinya. I adalah diri yang
koheren, fixed, stabil, unified. Dia selalu menjadi awal dari dirinya. Dan
selalu kita kenal dengan istilah Cartesian ego dan menunjukkan knowing
individual. Individu yang dimaksud adalah individu yang knowing. Kata I think
itu menunjukkan kalau seseorang itu
selalu sadar.
Subjectivity adalah sebuah proses produksi diri, process by
which we become a person, the I.
pembentukan sense of self yang melibatkan tidak hanya consciousness
tetapi juga unconsciousness. Maka ke-diri-an yang rasional, yang dikonstruksi
dan dialami dalam kompleksitas sosial. Subject adalah produk dari subjectivity.
I yang dikonstruksi secara sosial. Menjadi perempuan dan laki-laki tidak datang
sejak lahir, tapi label diberikan saat anda lahir. Masyarakat sosialah yang
memberikan. Makanya akan heran jika yang lahir tidak berada pada kedua pilihan
itu, laki atau perempuan.
Padahal I itu bersifat relasional, tidak otonom, produk dari
kesadaran dan ketidaksadaran. I merupakan produk dari sistem penanda atau
disebut representasi. I bukanlah yang centered yang tahu segalanya, tapi
decentered, tidak stabil, tidak final, becoming selalu on going.
Subject dan identity itu memiliki keterkaitan. Posisi yang
diambil dan diidentifikasi oleh seseorang itulah yang disebut identitas. “saya
siapa?” dijawab saya mahasiswa. Itu adalah proses mengindentifikasi diri. Ada
konsepsi tentang “saya” bagaimana “saya” melihat diri sendiri dan bagaimana
“orang lain” melihat “saya”. Cara anda membangun diri sendiri terkait bagaimana
orang melihat anda, itulah yang disebut relasional. Bersifat relasional terkait
dengan kesamaan dan perbedaan. (identity/difference; self/other; us/them).
Identitas terbagi dua perspektif yaitu esensialis dan
non-esensialis. Esensialis percaya pada one true self, yang already exist,
otentik dan tidak berubah sampai kapanpun. Non esensialis melihat identitas itu
terus berubah selalu dalam proses becoming dan terus
mengalami transformasi.
Ada tiga konsep subjek menurut Stuart Hall, pertama
enlightenment subject yaitu memiliki inner core, fully centered dan unified.
Memiliki kapasitas nalar, kesadaran dan tindakan. Otonom dan self-sufficient. Yang
kedua yaitu sociological subject itu
memiliki inner core tapi tidak otonom karena identitas dibentuk melalui relasi
antara diri (self) dengan orang tlain (significant others). Dan yang ketiga
yaitu postmodern subject itu mengatakan person itu tidak pernah memiliki inner
core. Identitas tidak pernah pemanen (fixd), selalu berubah dan mengalami
transformasi. Diri yang koheren hanyalah sebuah fantasy.
Konstruksi Subjek Psychoanalisis
Ketidaksadaran
berperan dalam proses pembentukan subjek. Subjek produk dari proses
identifikasi. Subjek selalu terbelah (split subject). Freud mengatakan split
subject rational conscious life dan repressed desire of the uncouncious.
Lacan mengatakan subjek dibentuk dalam bahasa. Pre-oedipal, relasi dyadic, ibu-anak, anak
merasa dirinya adalah objek hasrat ibu. Anak merasa menjadi diri yang komplet
dan utuh. Oedipal yaitu relasi triadic; ibu, anak, ayah. Anak sadar ibu
menghasrati ayah bukan dirinya. Penis menjadi presence pada ayah dan absence
pada ibu, menandakan kuasa seksual ayah atas ibu. Anak lelaki merasa muncul
rivalitas dengan ayah, catration anxiety membuatnya merepresi hasrat seksual
pada ibu, anak mencari subtitusi ibu. Sedangkan anak perempuan, proses
mengenali lack/absence muncul penis-envy karena ibu penis-less hasrat anak
dialihkan ke ayah, karena incest tak bisa maka anak mencari subtitusi ayah.
Imaginary order, mirror stage, primary identification. Anak
merasa sebagai diri yang utuh, komplet. Relasi dyadic ibu-anak. Anak merasa
diri sebagai objek hasrat ibu. Mirror stage, formasi ego melalui proses
identifikasi imago. Anak pertama kali punya koneksi dengan objek di luar
dirinya. Ego terbentuk dari misrecognation dan lack. Ego ideal menghasilkan
feeling of wholeness. Bayi di umur 6-18 bulan melihat bayangan dirinya dalam
cermin sebagai diri yang ideal. Dia salah paham karena orang di dalam itu
adalah dirinya, dia mengira itu adalah sesuatu
yang lebih ideal. Dari sinilah terbentuk ego. Pada saat yang sama ketika
mengidentifikasi diri sebagai sosok sempurna dalam cermin maka dia harus
menjadi seperti yang dalam cermin.
Inilah yang biasa kita kenal sebagai role model. Ego yang dibentuk itu fragmented, alienated
ego. Yang dalam cerminlah yang disebut sebagai other yang imajiner, yang
spectacular imago.
Dalam konteks mirror stage subjek akan selalu merasa lack
dan berusaha menutupi lack itu. Lack memunculkan desire dan subjek selalu
berusaha memuasakan desire. Subject (ego) is the discourse of the other (object
petit a). other (objet petit a) adalah imaginary ego yang dibayangkan sebagai
whole, unfied dan coherent.
Symbolic order, language dan culture, secondary
identification. Formasi subjek (ego) menjadi komplit dengan masuknya subjek ke
dalam bahasa. Anak masauk dalam fase oedipal ketika ayah hadir dalam relasi
dyadic dengan ibu. Ayah itu adalah bahasa, norma, kultur karena bias lelaki.
Ayah merepresentasikan sebagai phallus yang menjadi objek hasrat ibu. Dianggap
the name of father. Unconscious is the discourse of the Other (Norma, budaya, agama, bahasa, aturan) itulah
yang mengatur diri kita. Kata-kata yang muncul dari kita itu adalah penanda
tentang apa yang ada dalam ketidaksadaran kita. The big other adalah absoule.
Konstruksi subjek dan hasrat subjek selalu terkait dengan
other (sesuatu di luar diri) dan Other (bahasa. Subjek psychoanalisis adalah
subjel yang lack. Phallus adalah symbol kuasa dan dominasi. Other
representasikan larangan incest, paternal social order.
Real order sesuatu
yang tidak bisa dibahasakan. The real tidak bisa diketahui, ada tetapi
di luar dari jangkauan bahasa.
sebuah catatan kuliah
media, politik, representasi
Komentar
Posting Komentar