Langsung ke konten utama

SPECTACLE GUY DEBORD

Spectacle, apa sih spectacle itu? Mari kita mengenali Guy Debord dari bukunya berjudul Society of The Spectacle.

Dalam buku Guy Debord secara tersurat ia menulis "The spectacle is not a collection of images; it is a social relation between people that is mediated by images". Guy Debord mengatakan bahwa spectacle itu bukanlah tentang gambar yang diproyeksikan tapi lebih dari itu bagaimana citra atau iliitu ditunjukkan. 

Guy Debord melihat ada kejanggalan dalam masyarakat pada saat itu. Mereka dulunya hanya mengenal konsep being dan having. Being berbicara tentang siapa saya yang berbicara tentang politic of me. Bahwa menjadi saya adalah sebuah proses. Dalam dunia kapitalisme being (saya) ditentukan oleh having tentang saya punya apa. Jadi siapa saya ditentukan oleh saya punya apa makanya dikatakan degradasi.

Dalam dunia spectacle, munculah kata appering. Kata ini menjadi kunci dalam pembahasan Debord. Ia menyebutkan bahwa hal ini menjadi lebih penting di dunia spectacles. Tentang kita memiliki (having) akan benda itu bukanlah hal yang penting. Contoh ketika mudik ke kampung halaman, lalu membawa mobil. Kita menunjukkan atau menampakkan mobil maka orang lain akan melihat. Mereka akan mengaggap kita memiliki (having) akan hal itu. Lalu akan membentuk siapa diri anda. Walaupun misalnya mobil itu hanya pinjaman. Appearing menjadi yang utama untuk menunjukkan siapa saya.

Dulu, kita mencari makan ketika lapar untuk memenuhi kebutuhan biologis tapi kini bergeser bukan hanya biologis saja. Kita merasa perlu memenuhi kebutuhan psikologis kita untuk menunjukkan siapa kita. Kita melihat seseoang bukan lagi tentang siapa orang itu, tapi melihat label-label atau komoditas yang menempel padanya.
Saya misalnya melihat Selly bukan lagi sebagai apa adanya Selly tapi melihatnya sebagai tas apa yang dipakai, baju, celana, jam tangan, kacamata, sepatu dan komoditas lainnya. Komoditas ini tidak berakhir pada apa yang signifier saja tapi juga pada apa yang dicitrakan atau sebutlah signified. Jadi saya melihat Selly, tentang tasnya merk apa yang menandakan dia itu kaya, bajunya merk apa yang menandakan dia itu stylish dan sebagainya.  

Awalnya ini untuk pertumbuhan ekonomi. Ekonomi kan mengubah dunia menjadi dunia yang didominasi oleh ekonomi itu. Argumented survival, awalnya orang itu harus menundukkan alam di mana kita harus bisa survive. Kalau pertumbuhan ekonomi kita semakin bagus maka mestinya kuat dari kondisi survive. Tapi ternyata yang terjadi adalah kita malah survive terus. Berarti yang survival itu membengkak semakin besar atau disebut augmented. Contohnya kita merasa tidak bisa hidup tanpa smartphone.

Jadi kebutuhan yang diklasifikasi oleh kapitalisme itu telah teraugmented. Jadi pertumbuhan ekonomi itu tidak melepas kita dari masalah. Mereka hanya memoles. Misalnya, ketika kita memiliki kartu kredit dan bisa membeli apa saja. Apakah itu menunjukkan anda kaya? Tidak, kita tetaplah orang miskin. Kita semakin terjebak di dalamnya karena semuanya hanya dipoles.

Kalau kita berbicara konsep ekonomi politik yang dibahas oleh Marx disebutkan bahwa proletar hanya dilihat di ranah produksi. Kalau di sini eksploitasi pekerja malah meluas hingga di luar ranah produksi. Caranya yaitu mengeksploitasi label dan comodity, makanya dikenal dengan humanisme comodity. Mereka menyentuh sisi humanisme kita agar kita merasa senang untuk memberikan uang kepada kapitalis. 

Inilah yang disebut alienasi. Alienasi itu ada 2 tahap. Kalau dalam ranah produksi kita mengalami alienasi yaitu berjarak dengan barang yang kita produksi, di tahap berikutnya di luar dari ranah produksi kita berjarak dengan kebutuhan kita sendiri sehingga terjadi sesuatu yang kabur akan kebutuhan kita. Kapitalis tidak lagi orientasinya pada produksi mengutamakan bagaimana ia memproduksi semuanya tapi bagaimana orang itu mengkomsumsi. Jadi kebutuhan bukan lagi akan barang, tapi bergeser pada need to need. Jadi endless, tidak akan berakhir.

Spectacle itu seperti opium war. Tidak bisa ditumpas. Komoditas itu diproduksi di mana-mana. Namun ia tidak mengatakan hal itu tidak bisa dilawan. Ia bisa dilawan dengan menggunakan bahasa spectacle itu sendiri. Karena kita tak bisa lagi melihat apa-apa di luar dari komoditas jadi kita hanya bisa menggunakannya untuk melawannya. 

Kalau kita memerhatikan secara saksama, cara mengatur lalu lintas dan rekayasa jalan di dalam kota itu untuk memenuhi logika kapitalis. Kita harus melalui daerah pertokoan hanya untuk pergi menuju suatu tempat. Hal ini pun sudah menjadi komoditas. Jadi sampai aspek terkecil bahkan ruang privat kita telah mengalami komoditas. 

Mata uang kini berubah menjadi benda-benda. Kita tak perlu menunjukkan diri kita memiliki uang untuk dikatakan kaya. Misalnya kita hanya perlu menunjukkan handphone tercanggih dan terbaru yang harganya paling mahal di hadapan orang-orang. Tak peduli hp itu milik sendiri atau cuma meminjam. 

Dalam acara tv misalnya, acara yang menunjukkan seorang miskin yang diberi uang untuk membantunya, dia bisa merasa senang karena mendapat uang. Tapi tidak sadar kalau produsernya bisa mendapatkan berkali-kali lipat dari itu. Jadi kita seakan diuntungkan tapi sebenarnya yang lebih untung itu dia. Bahkan "kemiskinan" pun menjadi sebuah komoditas.

Kata Debord, spectacle sendiri terbagi dua jenis yaitu concentrated spectacle yaitu spectacle yang muncul di negara fasis di mana segala sesuatu dikendalikan oleh negara. Sedangkan diffused spectacle yaitu spectacle yang dibuat oleh kapitalis. Ketika negara-negara fasis runtuh makan mereka berafiliasi menjadi integrated spectacles. 

Integrated spectacle ditandai dengan adanya fusi antara kepentingan negara dan kepentingan ekonomi. Yang menguasai negara adalah orang memegang perekonomian. Bagaimana sistem ekonomi itu berjalan untuk membuat kaya penguasa. General secrecy semakin banyak. Kebaruan teknologi untuk memuluskan spectacle. Presence itu paling penting tentang apa yang ada. Kalau sekarang anda tidak memiliki benda-benda itu maka kalian tidak akan dianggap belum punya atau bukan siapa-siapa. 



sebuah catatan kuliah

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEDIASI, POLYMEDIASI, REMEDIASI, MEDIATISASI

Semua aspek kehidupan akan termediatisasi. Di perpustakaan misalnya orang-orang tidak hanya membuka buku tapi juga gadget seperti laptop dan hp. Hp bukan lagi barang yang hanya dimiliki kelas tertentu dan tak bisa terlepas dari kehidupan sehari-hari. Penggunaan gadget di Indonesia disebut multi screen users dengan 540 penggunaan gadget permenit tiap harinya (data tahun 2014). Penggunaan twitter ke-3 di dunia dengan 385 twit per detik (data tahun 2013). Tahun 2017 terdapat 155 million people pengguna internet di Indonesia.  Sehingga benar kata Walter Benjamin, cara kita memahami dunia menjadi distraktif. Kita tidak bisa lagi lepas dari paparan media. Billboard dan papan reklame atau spanduk merupakan bagian dari media, baik dalam kehidupan personal maupun praktik. Berbagai praktik dan relasi sosial dibangun dan dilakukan via media. Media telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Everything is mediated. Media as environment. Joshua Meynowitz (1990) mengatakan jik...

PENGETAHUAN BEBAS KEPENTINGAN

Sebuah review BAB I, Pemisahan Pengetahuan dari Kepentingan dalam buku Kritik Ideologi oleh F Budi Hardiman. Bab ini menjelaskan bagaimana Pemisahan Pengetahuan dari Kepentingan itu dilakukan secara betahap.  Dimulai dari awal mula pengetahuan di masa Yunani Kuno itu belum mengenal sama sekali pemisahan antara yang teori dan praxis. Sebaliknya ada pertautan yang erat antara teori dan praxis dalam kehidupan sehari-sehari. Jadi dalam tradisi Yunani Kuno itu pengetahuan tidak dipisahkan dari kehidupan yang konkret atau  dengan kata lain disebut dengan istilah Bios Theoretikos.  Bios Theoretikos ini merupan suatu bentuk kehidupan atau jalan untuk mengolah dan mendidik jiwa dengan membebaskan manusia dari perbudakan oleh doxa (pendapat) dengan tujuan untuk agar manusi mencapai otonomi dan kebijaksanaan hidup.  Nah kita akan lacak bagaiamana kata Teori itu mengalami pergeseran. Kata theorea itu berasal tradisi kebudayaan Yunani Kuno. Theoros adalah wakil yang di...