Stratifikasi sosial atau hirarki atas ras sangat mencolok di masa penjajahan. Kalau anda berpikiran bahwa orang Barat tidak bisa melakukan pekerjaan kasar maka anda termasuk orang yang masih terjangkiti penyakit kolonial. Sama juga ketika kita berpikir atau mengdikotomikan pribumi dan non pribumi. Kosakata ini merupakan buatan kolonialisme untuk menamai dengan nada mencela penduduk Indonesia pada masa itu.
Bangsa Barat membuat benak kita merasa mereka wajar saja memiliki budaya "tinggi" karena adanya justifikasi ideologi melalu banyak aspek kehidupan, terutama penanaman ideologi di bidang pendidikan. Dalam penyusuan kalimat contohnya, ketika Barat menjadi subjek dan orang indonesia menjadi objek maka predikat yang digunakan selalu baik. Contoh: Van Der Sar memberikan hadiah kepada Daeng Ramang. Sebaliknya, jika subjeknya adalah orang Indonesia maka predikatnya selalu yang buruk. Contoh: Daeng Ramang mencuri mangga milik Van Der Sar. Pada proses inilah ideologi bekerja atau disebut ideologisasi di mana akan membuat kita berpikir bahwa orang Barat itu baik.
Post colonial Studies, Edward Said dalam buku Orientalism (1978) membongkar praktik kolonial Inggris di tanah jajahannya. Karya inilah yang mengawali kajian post colonial studies. Di dalam buku ini, keturanan Palestina dan penganut ajaran Kristen ini menuliskan bahwa Barat mendiskripsikan Timur tapi tujuan sebenarnya untuk menegaskan diri mereka. Orientalisme adalah bagaimana Barat membangun pengetahuan atas Timur, di mana Barat sebagai self, subjek aktif dan Timur sebagai the other, objek pasif.
Relasi kuasa pun terjadi namun diwajarkan lewat konstruksi pengetahuan. Inilah yang disebut ideologis dimana membuat dunia yang tidak tertata menjadi bisa dipahami (harus diterima apa adanya). Contohnya, ketika kita kecil dulu, sewaktu kita pergi ke sekolah kita diantar bapak menggunakan sepeda dan melihat teman kita diantar menggunakan mobil mewah. Kita pun bertanya kepada bapak, kenapa dia diantar menggunakan mobil sedang aku dengan sepeda. Dan bapak menjawab, ya itulah hidup nak. Ada kaya dan miskin, ada yang berduit dan ada yang tidak. Kadang orang di atas dan kadang di bawah. Mari kita syukuri apa yang kita punya. Pewajaran inilah yang disebut ideologis.
Pengetahuan Barat yaitu pengetahuan tentang dan kuasa atas penduduk jajahan. Dimana mereka melakukan kategorisasi, stereotip dan citra terhadap objeknya. Ketiganya merupakan bentuk reduksionalisasi realitas yang kompleks sedemikiran rupa sehingga the colonized other bisa diatur, dikontrol dan dikuasai.
Jadi di titik ini Barat melakukan penyeragaman pada sebuah bangsa yang begitu kompleks. Sekali lagi agar mereka mudah untuk menenamkan ideologi mereka. Membangun pengetahuan (knowing) itu adalah merepresentasikan (representing) untuk mengendalikan, mendisiplinkan, menata ulang (controling, disciplining, re-ordering) masyarakat jajahan (sesuai standar norma/kepentingan subjek "Barat").
Bangsa Barat membuat benak kita merasa mereka wajar saja memiliki budaya "tinggi" karena adanya justifikasi ideologi melalu banyak aspek kehidupan, terutama penanaman ideologi di bidang pendidikan. Dalam penyusuan kalimat contohnya, ketika Barat menjadi subjek dan orang indonesia menjadi objek maka predikat yang digunakan selalu baik. Contoh: Van Der Sar memberikan hadiah kepada Daeng Ramang. Sebaliknya, jika subjeknya adalah orang Indonesia maka predikatnya selalu yang buruk. Contoh: Daeng Ramang mencuri mangga milik Van Der Sar. Pada proses inilah ideologi bekerja atau disebut ideologisasi di mana akan membuat kita berpikir bahwa orang Barat itu baik.
Post colonial Studies, Edward Said dalam buku Orientalism (1978) membongkar praktik kolonial Inggris di tanah jajahannya. Karya inilah yang mengawali kajian post colonial studies. Di dalam buku ini, keturanan Palestina dan penganut ajaran Kristen ini menuliskan bahwa Barat mendiskripsikan Timur tapi tujuan sebenarnya untuk menegaskan diri mereka. Orientalisme adalah bagaimana Barat membangun pengetahuan atas Timur, di mana Barat sebagai self, subjek aktif dan Timur sebagai the other, objek pasif.
Relasi kuasa pun terjadi namun diwajarkan lewat konstruksi pengetahuan. Inilah yang disebut ideologis dimana membuat dunia yang tidak tertata menjadi bisa dipahami (harus diterima apa adanya). Contohnya, ketika kita kecil dulu, sewaktu kita pergi ke sekolah kita diantar bapak menggunakan sepeda dan melihat teman kita diantar menggunakan mobil mewah. Kita pun bertanya kepada bapak, kenapa dia diantar menggunakan mobil sedang aku dengan sepeda. Dan bapak menjawab, ya itulah hidup nak. Ada kaya dan miskin, ada yang berduit dan ada yang tidak. Kadang orang di atas dan kadang di bawah. Mari kita syukuri apa yang kita punya. Pewajaran inilah yang disebut ideologis.
Pengetahuan Barat yaitu pengetahuan tentang dan kuasa atas penduduk jajahan. Dimana mereka melakukan kategorisasi, stereotip dan citra terhadap objeknya. Ketiganya merupakan bentuk reduksionalisasi realitas yang kompleks sedemikiran rupa sehingga the colonized other bisa diatur, dikontrol dan dikuasai.
Jadi di titik ini Barat melakukan penyeragaman pada sebuah bangsa yang begitu kompleks. Sekali lagi agar mereka mudah untuk menenamkan ideologi mereka. Membangun pengetahuan (knowing) itu adalah merepresentasikan (representing) untuk mengendalikan, mendisiplinkan, menata ulang (controling, disciplining, re-ordering) masyarakat jajahan (sesuai standar norma/kepentingan subjek "Barat").
"How did philologi, lexicography, history, biology, political and economic theory, novel-writing, and lyric poetry come to the service of Orientalism's broadly imperialist view of the world?"
(Edward Said, Orientalism)
"...the Orient is not an inest fact of nature. Its no merely there, just as the occident itself is not just there either... the Orient was 'Orientalized', not only it was discovered to be 'Oriental' but also it could be Oriental."
(Edward Said, Orientalism)
Di timur tengah, Mesir yang pada masa lampau terjadi peperangan antar kabilah. Lalu kemudian hadirlah Barat (Inggris) dan lucunya mereka akhirnya berdamai. Peperangan antar kibalah yang berlangsung bertahun-tahun akhirnya berhenti. Bukan hanya itu, nilai/sejarah mereka di masa lampu akhirnya dikenalkan kembali oleh Barat kepada penduduk setempat. Oleh karena itu, orang Mesir merasa beruntung dengan kedatangan Barat. Bahkan mereka meminta Inggris untuk terus menerus menduduki Mesir.
Edwar Said membaca tulisan post structuralisme (Foucault, Derrida dan yang lainnya), yaitu bagaimana sesuatu itu memiliki makna dalam relasi antara tanda dalam sebuah ikatan oposisi yang berlawanan. Kemudian muncullah post structuralieme menggugat relasi itu bahwa hal itu terjadi bukanlah karena sebuah hal yang alami tapi merupakan bentuk konstruksi sosial. Mereka menggungat englightenment dimana dalam humanisme mengatakan bahwa englighttenment merupakan jalan kedewasaan menuju lebih dewasa (Kant).
Post structuralis menggugat bahwa kata Kant itu bukan cuma deskriptif tapi juga perskriptif. Orang eropa sebagai subjek dan diklaim lebih dewasa dan menjadi tolak ukur. Humanisme menjadi eurosentric. Inspirator post structuralis yaitu Nietzche mengatakan kepedulian mendalam pada kuasa-kuasa dekstruktif rasionalitas Barat. Hal ini merupakan kritik terhadap paradigma humanisme. Secara sarkastik Nietzsche mengatakan rasionalisme Barat diabad pencerahan adalah epistemologi yang narsistik.
Descartes menyebut englightenmen, humanism menghasilkan etos "dare to know" seiring dengan kredo "knowledge is power" (Francis Bacon). Mastery yaitu single motivation for knowing the world. Post Structuralis tidak setuju dengan hal itu dan lebih setuju dengan istilah "care to know". Begitu pun Cultural Studies memahami hal tersebut.
sebuah catatan kuliah pos kolonialime
Komentar
Posting Komentar